Modernis.co, Malang – Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan suatu entitas yang secara langsung maupun tidak langsung telah melekat dalam diri individu yang harus di hormati eksistensinya sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Artinya bahwa didalam konsep HAM tidak mengenal istilah diskriminasi (baik diskriminasi agama, ras, budaya maupun bahasa) yang sangat bertentangan dengan konsep HAM.
Mengapa demikian, karena pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan (zoon politicon), sering disebut dengan istilah homo homini socius “manusia adalah pelindung bagi manusia lain” dan di samping itu juga manusia erat kaitanya dengan istilah homo homini lupus yang berarti “manusia adalah serigala bagi manusia yang lain”.
Di dalam Deklarasi universal hak-hak asasi manusia (Universal Declaration Human Right) yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 desember 1948 melalui Resolusi 217 A (III) salah satunya menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di dunia . Berpostulat pada dalil kovenan internasional ini sudah barang tentu sangat menjunjungtinggi Hak Asasi Manusia.
Hak Asasi Manusia adalah ajaran etika versi barat yang mengejawantahkan terkait adanya suatu kewajiban untuk menghormati hak hak manusia. Pada tataran konsep ini sebenarnya mengajak kita untuk menguliti aspek dasar yang melekat pada diri manusia sejak lahir dan harus di hormati keberadaanya.
Dalam konsep perdamaian dunia telah membentuk aturan hukum berupa Kovenan internasional tentang HAM, di antaranya adalah : Universal Declaration Human Right (UDHR), International Kovenant On Civil And Politacal Right (ICCPR ), Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Againts Woman (CEDAW), International Covenan On Economic, Social And Cultural Right (ICESCR) dan lain-lain yang memiliki legitimasi global.
Salah satu negara yang meratifikasi kovenan internasional tentang hak asasi manusia adalah Indonesia, negara yang dikenal sebagai negara yang sangat menjunjung tinggi konsep Hak Asasi Manusia. Peraturan hukum yang di akui secara normatif maupun secara legitimasi Di indonesia sendiri terkait dengan Hak Asasi Manusia di atur dalam UUD NRI 1945 pasal 28 J, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 35 tahun 2014 pengganti UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Katanya indonesia adalah negara hukum sebagaimana di atur dalam pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945 amandemen ke 4 tahun 2002. Begitu pula dengan hak asasi manusia menjadi organ yang sangat vital dalam konsep ketatanegaraan. Secara legal yuridis setiap warga negara termasuk para penegak hukum menginginkan terciptanya kesejahteraan umum yang menjamin Hak Hak Asasi Manusia, tetapi pada kenyataannya berapa banyak suara rakyat yang di bungkam dengan dalil memperjuangankan hak hak asasi manusia secara universal ke indonesiaan tetapi di anggap sebagai perbuatan yang subvessif dan mengganggu ketentraman umde.
Munir Said Thalib sebagai sosok pejuang hak asasi manusia suaranya di bungkam dan bahkan nyawanya menjadi taruhan, pendiri inpersial dan aktivis kontras ini tewas di pesawat terbang ketika berangkat melanjutkan studi di amsterdam Belanda, berdasarkan hasil otopsi bahwa Munir Said Thalib diracun dengan arsenik. Kematian Munir Said Thalib masih menjadi misteri hingga sekarang dan belum ada etikat baik daripada para penegak hukum dalam rangka menyelesaikan sengketa ini.
Fakta serupa terjadi pada aktivis perempuan muda yang memperjuangkan Hak Asasi Manusia yang ada di indonesia. Marsinah, nama yang tidak asing lagi di telinga kita, suara perjuanganya di bungkam, di renggut nyawanya oleh rezim yang otoriter pada kepemimpinan soeharto dan sampai sekarang kasus tersebut Juga belum di selesaikan oleh negara, pertanyaanya adalah di mana letak asas hukum yang menyatakan hukum tertinggi adalah perlindungan masyarakat “le salut du people est la supreme loi”.
Kasus pelanggraan Hak Asasi Manusia di Indonesia merupakan salah satu contoh bahwa tujuan hukum yang mencitakan kepastian, kemanfaatan dan keadilan hanyalah omong kosong semata, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia menjelma menjadi kebencian bagi seluruh rakyat Indonesia, dan masih banyak lagi aktivis yang memeperjuangakan Hak Asasi Manusia yang di bungkam oleh Negara seperti : Wiji Tukul, Tan Malaka, Suciwati, Novel Baswedan dan lain lain.
Dari berbagai macam bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang di ejawantahkan di atas maka, upaya penegakan hak asasi manusia dalam rangka menciptakan resistesi, keadilan, kepastian dan kemanfaatan demi membungkam distorsi ketatanegaraan adalah suatu keharusan dalam membangun suatu negara yang madani dan berkemajuan.
Salah satunya dengan cara merevitalisasi peraturan perundang undangan yang terdapat dalam UUD NRI 1945 pasal 28 J, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 35 tahun 2014 pengganti UU No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sehingga lebih masif dan teratur ketika di interpretasikan dalam penerapanya, dan tidak menimbulkan multi interpretasi. Hal ini adalah upaya sadar dan terencana, di samping itu negara sekiranya menciptakan wajah hukum yang mengatasnamakan persamaan di mata hukum, denga asas “equality be for the law”.
Diskurus Hak Asasi Manusia (HAM) akan selalu menjadi pembicaraan hangat di berbagai kalangan. Hal ini adalah suatau keniscayaan yang akan tetap ada dalam sejarah kehidupan manusia. Proses perjuangan untuk mendapatkan hak asasi manusia menjadi tantangan yang sangat berat bagi kaum yang termarjinalkan dalam suatu ketatanegaraan. Perlakuan tidak adil dan perampasan hak secara paksa sudah barang tentu akan menimbulkan kontroversi yang berkelanjutan.
Pelangaran Hak Asasi Manusia Pada kenyataannya hanya bisa dilakukan oleh Negara kepada rakyatnya. mengapa demikian, bukankah semua manusia dilahirkan dalam keadaan merdeka ,memiliki harkat dan martabat yang sama. Lalu hak prerogative apa yang di miliki oleh Negara sehingga dapat berlaku sewenang wenang (abuse of power) untuk merenggut Hak Asasi Manusia.
Jika sebuah perlawanan di anggap sebagai perbuatan melanggar hak asasi, lalu apakah rakyat akan terus berada di dalam ketertindasan yang berlarut larut, Perampasan hak atas tanah, perampasan hak atas hidup, perampasan hak untuk berekspresi, perampasan hak untuk mengenyam pendidikan yang layak menuai air mata di bumi Indonesia.
Petuah petuah perjuangan berkobar disuarakan oleh rakyat, seakan akan para pemerintah tuli, bisu dan menutup mata akan hal itu, perjuangan tersebut bukan atas dasar kepentingan pribadi, melainkan atas dasar kepentingan umum, guna terciptanya suatu tatanan kehidupan yang berperi ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan,kerakyatan dan keadilan sosial.
Oleh : Andy Apriansah (Aktivis IMM dan FORSIFA UMM)